Sunday, 30 December 2012

Subhanallah , Dikubur 26 Tahun Jasad Masih Utuh .. KAIN KAFAN SANG KIAI UTUH DAN HARUM BAUNYA ...

Foto: Subhanallah , Dikubur 26 Tahun Jasad Masih Utuh ..
KAIN KAFAN SANG KIAI UTUH DAN HARUM BAUNYA ...

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ...

Tiga bak berisi air dan potongan kayu ukuran 70 cm x 30 cm telah disiapkan anak-anak almarhum KH. Abdullah. Saat itu, Minggu 2 Agustus 2009, makam Kiai Abdullah akan dipindahkan lantaran di lokasi itu terkena proyek pelebaran Jalan Benda, Batu Ceper, Tangerang, yang mengarah ke Bandara Soekarno Hatta, Jakarta.

Air yang ada di dalam bak itu rencananya akan digunakan untuk mencuci tulang belulang sebelum dipindahkan ke lokasi pemakaman yang baru. Sementara potongan kayu sengon sebanyak 9 potong diperuntukkan sebagai dinding pembatas jenazah di dalam liang lahat.

"Saya sudah beberapa kali melihat proses pemindahan kuburan di Karet Bivak, Jakarta Pusat. Persiapannya memang seperti itu," kata Achmad Fathi, anak ketiga Kiai Abdullah.

Namun semua perlengkapan itu akhirnya tidak terpakai. Soalnya, ketika makam yang berusia 26 tahun digali, pemandangan aneh terjadi. Jasad Kiai Abdullah ternyata masih utuh. Begitu juga dengan kain kafan dan kayu penutup jenazah. Tidak ada tanda-tanda bekas gigitan rayap atau binatang tanah di kafan maupun di kayu kamper tersebut.

Sementara Mukhtar Ali, anak sulung Kiai Abdullah, yang mengangkat jenazah ayahnya dari liang lahat mengaku sempat kaget.

Soalnya kondisi jenazah hampir sama seperti saat dikuburkan, 22 Oktober 1983 silam."Kondisi jenazah persis sama seperti saat dikubur dulu. Hanya tubuhnya agak menyusut saja, dan rambutnya memutih" jelas Mukhtar.

Mukhtar dan keluarganya semakin kaget, jenazah juga beraroma harum yang menyerbak. Wanginya, kata Mukhtar, tidak seperti parfum-parfum yang ada di toko-toko minyak wangi. Teriakan takbir pun langsung terdengar dari orang-orang yang menyaksikan kejadian tersebut.

Yang juga dirasa aneh oleh keluarga, ribuan warga tiba-tiba berdatangan mengikuti prosesi pemindahan jenazah. Padahal keluarga tidak memberi pemberitahuan kepada warga maupun murid-murid Kiai Abdullah. Mereka tiba-tiba saja datang.

"Awalnya pemindahan jenazah itu hanya dilakukan keluarga. Paling hanya 20 orang. Tapi nggak tahu kenapa tiba-tiba saat jenazah digali orang-orang sudah banyak berkumpul," ujar Mukhtar.

Saking banyaknya orang yang datang, imbuh Mukhtar, mobil dan motor pelayat yang terparkir di sisi jalan Benda, panjangnya mencapai 5 kilometer sehingga membuat kemacetan yang luar biasa di jalan tersebut.

Beberapa warga yang ditemui detikcom menuturkan, sebelum proses pemindahan jenazah, sebenarnya tanda-tanda keanehan sudah muncul terkait rencana pemindahan makam tersebut. Sebab saat alat berat ingin menghancurkan musala dan bangunan makam, tidak bisa berfungsi. Beberapa kali alat pengeruk dari mobil beko patah ujung kukunya.

Karena kejadian itu, pihak kontraktor pelebaran jalan menunda pembongkaran yang rencananya akan dilakukan pada Januari 2009 itu. Pembongkaran baru bisa dilanjutkan awal Agustus setelah ada kesepakatan dengan keluarga. Salah satunya soal cara pembongkaran musala dan makam itu, yakni dengan hanya menggunakan palu dan linggis. Bukan pakai alat berat.

Keluarga Kiai Abdullah sebenarnya menyayangkan kalau mushala itu dibongkar. Sebab mushala yang telah ada sejak puluhan tahun lalu itu sangat dibutuhkan warga setempat untuk beribadah.

Mushala yang berdiri di atas tanah wakaf itu sejak dibangun Kiai Abdullah tahun 1950-an sudah mengalami beberapa pemugaran dan pelebaran. Hingga menjadi semakin luas dan bangunannya menjadi permanen.

Namun pada 2007, Pemkot Tangerang ternyata punya rencana melakukan pelebaran jalan Benda, Juru Mudi, Batu Ceper, yang berada di sepanjang Sungai Cianjane. Mushala dan makam itu kebetulan berada di lokasi yang akan dijadikan akses jalan sehingga terpaksa harus digusur.

Tanah yang akan digusur dihargai Rp 500 ribu per meter. Harga itu belum termasuk bangunan yang akan dibongkar. Tapi keluarga Kiai Abdullah menolak pemberian uang pengganti. Pasalnya , tanah tempat musala dan makam itu merupakan tanah wakaf yang tidak boleh diperjualbelikan.

Pihak keluarga hanya meminta Pemkot membangun kembali mushala di sekitar wilayah Juru Mudi, supaya warga setempat mudah kalau ingin beribadah. "Sepeser pun kami tidak menerima uang penggantian. Biaya pemindahan jenazah saja kami tanggung sendiri, sekalipun Pemkot sudah menawarkan" jelas Mukhtar, anak sulung Kiai Abdullah.

Kini jenazah Kiai Abdullah dimakamkan kembali di depan pekarangan rumah Achmad Fathi, yang berjarak hanya 15 meter dari lokasi pemakaman sebelumnya. Dan rencananya keluarga bermaksud hendak membangun kembali mushala di samping areal makam.

Wallahua’lam bish Shawwab ....

Barakallahufikum ,

GABUNG YUK di FP Apple  ada banyak kata HIKMAH, RENUNGAN dan MOTIVASI

Bagikan tausiyah ini kepada teman-temanmu dengan meng-klik 'bagikan'/'share' dan undang temen2mu gabung dg klik ‘Invite Your Friends’ 

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ...

Tiga bak berisi air dan potongan kayu ukuran 70 cm x 30 cm telah disiapkan anak-anak almarhum KH. Abdullah. Saat itu, Minggu 2 Agustus 2009, makam Kiai Abdullah akan dipindahkan lantaran di lokasi itu terkena proyek pelebaran Jalan Benda, Batu Ceper, Tangerang, yang mengarah ke Bandara Soekarno Hatta, Jakarta.

Air yang ada di dalam bak itu rencananya akan digunakan untuk mencuci tulang belulang sebelum dipindahkan ke lokasi pemakaman yang baru. Sementara potongan kayu sengon sebanyak 9 potong diperuntukkan sebagai dinding pembatas jenazah di dalam liang lahat.

"Saya sudah beberapa kali melihat proses pemindahan kuburan di Karet Bivak, Jakarta Pusat. Persiapannya memang seperti itu," kata Achmad Fathi, anak ketiga Kiai Abdullah.

Namun semua perlengkapan itu akhirnya tidak terpakai. Soalnya, ketika makam yang berusia 26 tahun digali, pemandangan aneh terjadi. Jasad Kiai Abdullah ternyata masih utuh. Begitu juga dengan kain kafan dan kayu penutup jenazah. Tidak ada tanda-tanda bekas gigitan rayap atau binatang tanah di kafan maupun di kayu kamper tersebut.

Sementara Mukhtar Ali, anak sulung Kiai Abdullah, yang mengangkat jenazah ayahnya dari liang lahat mengaku sempat kaget.

Soalnya kondisi jenazah hampir sama seperti saat dikuburkan, 22 Oktober 1983 silam."Kondisi jenazah persis sama seperti saat dikubur dulu. Hanya tubuhnya agak menyusut saja, dan rambutnya memutih" jelas Mukhtar.

Mukhtar dan keluarganya semakin kaget, jenazah juga beraroma harum yang menyerbak. Wanginya, kata Mukhtar, tidak seperti parfum-parfum yang ada di toko-toko minyak wangi. Teriakan takbir pun langsung terdengar dari orang-orang yang menyaksikan kejadian tersebut.

Yang juga dirasa aneh oleh keluarga, ribuan warga tiba-tiba berdatangan mengikuti prosesi pemindahan jenazah. Padahal keluarga tidak memberi pemberitahuan kepada warga maupun murid-murid Kiai Abdullah. Mereka tiba-tiba saja datang.

"Awalnya pemindahan jenazah itu hanya dilakukan keluarga. Paling hanya 20 orang. Tapi nggak tahu kenapa tiba-tiba saat jenazah digali orang-orang sudah banyak berkumpul," ujar Mukhtar.

Saking banyaknya orang yang datang, imbuh Mukhtar, mobil dan motor pelayat yang terparkir di sisi jalan Benda, panjangnya mencapai 5 kilometer sehingga membuat kemacetan yang luar biasa di jalan tersebut.

Beberapa warga yang ditemui detikcom menuturkan, sebelum proses pemindahan jenazah, sebenarnya tanda-tanda keanehan sudah muncul terkait rencana pemindahan makam tersebut. Sebab saat alat berat ingin menghancurkan musala dan bangunan makam, tidak bisa berfungsi. Beberapa kali alat pengeruk dari mobil beko patah ujung kukunya.

Karena kejadian itu, pihak kontraktor pelebaran jalan menunda pembongkaran yang rencananya akan dilakukan pada Januari 2009 itu. Pembongkaran baru bisa dilanjutkan awal Agustus setelah ada kesepakatan dengan keluarga. Salah satunya soal cara pembongkaran musala dan makam itu, yakni dengan hanya menggunakan palu dan linggis. Bukan pakai alat berat.

Keluarga Kiai Abdullah sebenarnya menyayangkan kalau mushala itu dibongkar. Sebab mushala yang telah ada sejak puluhan tahun lalu itu sangat dibutuhkan warga setempat untuk beribadah.

Mushala yang berdiri di atas tanah wakaf itu sejak dibangun Kiai Abdullah tahun 1950-an sudah mengalami beberapa pemugaran dan pelebaran. Hingga menjadi semakin luas dan bangunannya menjadi permanen.

Namun pada 2007, Pemkot Tangerang ternyata punya rencana melakukan pelebaran jalan Benda, Juru Mudi, Batu Ceper, yang berada di sepanjang Sungai Cianjane. Mushala dan makam itu kebetulan berada di lokasi yang akan dijadikan akses jalan sehingga terpaksa harus digusur.

Tanah yang akan digusur dihargai Rp 500 ribu per meter. Harga itu belum termasuk bangunan yang akan dibongkar. Tapi keluarga Kiai Abdullah menolak pemberian uang pengganti. Pasalnya , tanah tempat musala dan makam itu merupakan tanah wakaf yang tidak boleh diperjualbelikan.

Pihak keluarga hanya meminta Pemkot membangun kembali mushala di sekitar wilayah Juru Mudi, supaya warga setempat mudah kalau ingin beribadah. "Sepeser pun kami tidak menerima uang penggantian. Biaya pemindahan jenazah saja kami tanggung sendiri, sekalipun Pemkot sudah menawarkan" jelas Mukhtar, anak sulung Kiai Abdullah.

Kini jenazah Kiai Abdullah dimakamkan kembali di depan pekarangan rumah Achmad Fathi, yang berjarak hanya 15 meter dari lokasi pemakaman sebelumnya. Dan rencananya keluarga bermaksud hendak membangun kembali mushala di samping areal makam.

Wallahua’lam bish Shawwab ....

Barakallahufikum ,

0 komentar:

Template by : buitenzorg skataduakata.blogspot.com